Sesuai sama judulnya, liburan tahun kemaren saya dan teman
satu kostan berkesempatan mengunjungi tempat yang paling spesial yaitu dataran
tinggi Dieng. Tujuan utama kami adalah untuk dapat menikmati momen sunrise dari
atas Gunung Prau. Setelah melewati musyawarah panjang, akhirnya kami putuskan
untuk berangkat menggunakan kendaraan roda dua. Tujuannya tidak lain dan tidak
bukan agar bisa sedikit menghemat biaya yang dikeluarkan berhubung saat itu
berpapasan dengan libur akhir tahun yang sudah pasti semua harga tiket angkutan
umum mengalami kenaikan.
Minggu pagi itu kami berempat memulai perjalanan dari Bandung. Tujuan pertama kami adalah menuju kota Yogyakarta untuk mengunjungi
beberapa kawan disana. Ini bukan kali pertama saya melakukan perjalanan Bandung-Jogja menggunakan motor, jadi saya sudah tidak terlalu buta akan jalur yang
akan menempuh waktu yang cukup lama itu. Singkat cerita, setelah menempuh jarak
sekitar 400 km dan waktu tempuh sekitar 10 jam kami pun akhitnya tiba di Kota Jogja. Perjalanan yang cukup memakan tenaga. Tujuan utama kami adalah Malioboro,
bukan untuk mencari oleh-oleh tapi untuk mampir sekedar mengisi perut di
warung angkringan yang banyak berjajar di pinggir jalan. Menu murah meriah yang
memanjakan perut sudah mengisi perut. Malam semakin larut, kami pun segera meluncur menuju kediaman teman yang
sebelumnya sudah bersedia untuk menampung kami untuk beristirahat.
Jogja pagi itu memberikan suasana yang berbeda, secangkir
kopi dan gorengan hangat pun menjadi tenaga kita untuk mengeksplore keindahan Kota Jogja ini. Seharian penuh memacu motor mengelilingi Kota Jogja, tetapi tidak
banyak yang kami kunjungi disini mengingat kami harus menghemat tenaga untuk
melakukan perjalanan besok. Pantai Gunung Kidul yang memiliki banyak pantai
yang berjajar menjadi tujuan kami saat itu.
![]() |
Di tebing di atas pantai Baron |
![]() |
Sunset di salah satu pantainya |
![]() |
Pantai Watu Kodok |
Siang berganti malam, setelah mengisi kebutuhan perut
kamipun kembali ke kediaman kawan untuk packing ulang perlengkapan untuk
perjalanan besok.
Berhubung ada seorang teman kami yang menyusul menggunakan
kereta api, kami pun sibuk mencari motor tambahan pagi itu. Untung saja ada
motor nganggur yang bersedia dipinjamkan untuk kami gunakan. Tepat jam 10 pagi,
berbekal panduan dari teman dan GPS pada handphone meluncurlah kami berlima menuju Dieng. Perjalanan yang penuh dengan canda gurau dan merupakan perjalanan
pertama kami semua membuat perjalanan ini begitu menyenangkan. Maklum, ini
merupakan perjalanan motor terjauh bagi kita semua. Setelah memacu motor selama
sekitar 4 jam dikarenakan banyaknya berhenti untuk mengambil foto dan
beristirahat, sampailah juga berlima kami di Dieng. Karena tujuan pertama kami adalah untuk
mendaki Gunung Prau, kamipun segera menuju pos pendakian Patak Banteng. Pos pendakian
ini sudah cukup ramai dengan para pendaki yang akan berangkat. Karena sepanjang
perjalanan kami di temani oleh hujan dan panas yang tidak terprediksi, badan
kami ngadat minta istirahat. Berniat untuk melakukan pendakian esok harinya,
kami pun meminta izin untuk menginap dulu semalam di pos pendakian ini. Setelah
memasak menu makan malam berupa roti bakar madu dan susu hangat, kami semua segera
tidur untuk mengembalikan tenaga.
![]() |
Plang pos pendakian Patak Banteng |
![]() | ||
Di depan pos pendakian |
Udara dingin membangunkan kami berlima dari tidur pagi itu. Roti
bakar sosis dan minuman hangat menjadi menu sarapan kami semua. Setelah beres
packing barang dan mengurus izin pendakian, kami segera bergegas untuk segera
mendaki Gunung Prau. Berbekal peta seadanya yang diberikan di pos pendakian,
kami mulai memasuki gang-gang rumah warga. Pemandangan menuju puncak prau ini,
kita disuguhi dengan hamparan perkebunan warga sekitar. Jalur menanjak sudah
menyapa kami dari awal pendakian, tetapi udara yang cukup sejuk membuat
perjalanan kami tidak terasa melelahkan. Setelah sekitar tiga jam mendaki,
melalui jalur yang lumayan membuat panas otot paha akhirnya kami tiba di puncak Gunung Prau ini. Pendaki tampak memadati kawasan puncak Prau ini, setelah
menemukan shelter yang cocok kami segera mendirikan tenda. Tenda berdiri,
perut pun lapar. Menu makan siang yang kami buat siang itu adalah mie goreng
kornet dengan potongan sosis di atasnya. Menu yang cukup membuat saya merasa
ngantuk dan tertidur untuk beberapa jam.
Untuk apa jauh-jauh ke gunung kalo cuma untuk numpang tidur
sama makan doing, mending di kosan aja ucap salah satu teman saya sembari
menggoyang-goyangkan tenda saya.
Berniat untuk ngedumel, mata ini malah terkagum-kagum dengan pemandangan yang sudah tersaji di depan mata. Memang pada saat sampai tadi, semuanya tertutup oleh kabut. Tapi sore itu, Gunung Sindoro dan Sumbing tampak megah berdiri di depan mata. Tak ingin melewatkan kesempatan kami semua berfoto dengan gaya andalan masing-masing.
![]() |
Jalur nanjak dengan perkebunan warga di sekitarnya |
![]() | ||
Jalur menanjak lagi |
![]() |
Ladies kita satu-satunya |
![]() |
Berpose di depan Sindoro dan Sumbing |
Matahari perlahan menghilang, pemandangan Kota Wonosobo di
depan sana menemani kami semua menikmati secangkir kopi hangat di depan tenda. Satu
perstu dari kami mulai tertidur, dan akhirnya kami semua menuju alam mimpi
masing-masing.
Tepat jam 12 malam, suara riuh para pendaki membangunkan
kami. Ternyata ini sudah memasuki tahun baru. Kami semua bergegas keluar dan
menikmati pemandangan kembang api yang menghiasi Kota Wonosobo malam itu. Perasaan
syukur saya panjatkan karena ini merupakan kali pertama saya menikmati malam
pergantian tahun baru dari ketinggian. Puas menikmati keramaian malam itu, kami
masuk kembali ke tenda untuk melanjutkan tidur.
Cuaca di puncak Prau kurang bersahabat subuh itu, kabut dan
hujan menemani kami semua. Perasaan kecewa muncul di wajah kami semua karena tidak mendapatkan momen sunrise yang sangat indah jika saya lihat di
foto-foto blog lain. Ya, mau bagaimanapun alam memang tidak pernah bisa kita
prediksi. Sarapan pagi beres, tenaga untuk melanjutkan perjalanan turun sudah
terisi. Tepat jam 08.00 pagi kami mulai membereskan semua barang dan packing
ulang. Kami pun menyusuri kembali jalur yang kemarin, jalanan yang basah oleh
hujan cukup menyulitkan kami semua. Sampai di bawah, kami semua menyempatkan diri untuk makan
dan mandi di rumah warga yang menyediakan fasilitas kamar mandi. Sekedar informasi,
air disini dingin sekali. Saya saja yang biasa mandi subuh dengan air dingin
cukup menggigil merasakan air disini, airnya kaya yang baru dikeluarin dari
kulkas. Tetapi banyak rumah warga yang sudah menyediakan fasilitas air panas
bagi yang tidak kuat dengan dingin.
Sekian cerita dari saya, semoga bermanfaat bagi
kawan semua. Bukanlah apa yang kita lihat yang penting disana, tatapi apa yang
kita rasakan. Mulai dari kebersamaan dan keseruan yang terekam dan akan selalu
tersimpan dalam diri kami semua. Makasih buat semua, udah memberikan perjalanan
yang sungguh sangat berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar